Saturday, August 16, 2008

Refleksi : KETIKA NASIONALISME DIPERTANYAKAN

Biar saja ku tak sehebat matahari Tapi s'lalu ku coba tuk' menghangatkanmu
Biar saja ku tak setegar batu karang Tapi s'lalu ku coba tuk' melindungimu
Biar saja ku tak seharum bunga mawar Tapi s'lalu ku coba tuk mengharumkanmu
Biar saja ku tak seelok langit sore Tapi s'lalu ku coba tuk mengindahkanmu
Ku pertahankan kau demi kehormatan bangsa Ku pertahankan kau demi tumpah darah

Semua pahlawan-pahlawanku

Reff:
Merah putih teruslah kau berkibar Di ujung tiang tertinggi di Indonesiaku ini
Merah putih teruslah kau berkibar Di ujung tiang tertinggi di Indonesiaku ini
Merah putih teruslah kau berkibar Ku kan selalu menjagamu


Tentu sahabat semua tahu akan lirik lagu tersebut. Ya..BENDERA, tidak hanya dipopulerkan oleh penyanyi aslinya, COKLAT tetapi juga oleh INDONESIAN IDOL. Seingat saya, lagu ini dijadikan sebagai ”maskot” ketika para pejuang olahraga kita berjuang di arenanya masing-masing dalam skup pertandingan internasional. Selain untuk membakar semangat juang, juga semangat nasionalisme. Meskipun untuk saat ini, ada kesan bahwa ”nasionalisme” sudah menjadi benda ”keramat” atau bahkan terkesan ”basa-basi” (mudah-mudahan prasangka saya ini salah).


Jelang hari besar karena sejarahnya bangsa Indonesia, setiap 17 Agustus sejak 63 tahun yang lalu atau bahkan lebih, menjadi momentum yang sangat tepat ketika nasionalisme di”gaungkan”. Selain itu, momentum lainnya seperti Hari Kebangkitan Nasional, Hari Sumpah Pemuda, dan masih banyak lagi peringatan-peringatan hari besar yang menurut bangsa kita mengandung sejarah luar biasa dan dijadikan sebagai pembakar spirit nasionalisme.


Hanya saja, malam kemarin, saya sempat mempertanyakan kembali, terutama pada diri sendiri. ”Apakah saya sudah memiliki jiwa nasionalisme yang sesungguhnya? Nasionalisme apa yang sebenarnya yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara saya?” Memang, secara sekilas mungkin terkesan ”sombong amat..sok nasionalis degh..”. Tapi, pertanyaan itu tiba-tiba terlintas di benak saya, ketika mengajak seorang teman untuk ikut bergabung pada upacara 17 Agustus di KBRI. Namun teman saya itu menolaknya. Alasan utama yang dia berikan adalah ”malas”. Malas dengan berbagai tradisi yang dilakukan pada upacara tersebut, hanya buang-buang waktu, berdiri lama, dan sebagainya. Otomatis ketika mendengar jawabannya, saya langsung mengatakan ”hei Fulan, dimanakah jiwa nasionalisme kamu??!!” dengan spontan pula ia menjawab ”Mela, nasionalisme tidak mesti ditunjukan dengan mengikuti upacara-upacara seperti ini. Membantu sesama, itulah sebenarnya nasionalisme.” Erkrk.. saat itu juga, ludah yang tertelan terasa sangat pahit. Tertegun sejenak dan sambil merefleksikan lagi apa yang sudah saya ucapkan sebelumnya.. Malam itu juga, saya jadi berfikir.. merenung... dan bertanya-tanya kembali pada diri saya. Memang, sepertinya saya terlalu egois dan sempit ketika mengambil contoh mengikuti upacara peringatan HUT RI yang adalah negara saya, merupakan bagian dari nasionalisme. Sempat juga saya menyalahkan dengan sistem pendidikan yang dulu pernah saya dapatkan..astaghfirullah...


Masih ingat dan segar di ingatan, sejak dari TK (Taman Kanak-kanak) hingga perguruan tinggi saya selalu ditanamkan semangat nasionalisme melalui aktivitas setiap hari senin upacara bendera, setiap hari sebelum pelajaran dimulai menyanyikan salah satu lagu kebangsaan, mengikuti kegiatan-kegiatan kepanduan. Memang benar.. dan tidak bisa dinafikan, ketika saya mengikuti kegiatan kepanduan, nasionalisme itu sepertinya membara. Saya jadi lebih ”idealis” dalam melakukan sesuatu. Hmm.. apapun itu, ilmu atau bahkan doktrin yang saya dapatkan, Alhamdulillah sampai saat ini sangat bermanfaat bagi saya. Setidaknya selalu mengingatkan siapa saya (selain sebagai bangsa Indonesia, juga tentunya sebagai makhluk ALLAH).


Ketika taqdir membawa saya untuk meneruskan perjuangan mencari ilmu ke negeri orang, satu sisi nasionalisme itu muncul, bahkan idealisme saya hampir mencapai ke titik puncak, tapi.. terkadang nasionalisme itu pun terasa hampa. Bila kalimat teman saya itu Membantu sesama, itulah sebenarnya nasionalisme coba saya refleksikan dengan keadaan dan persekitaran saat ini. Malu rasanya untuk mengakui, dan benar... esensi tersebut sepertinya belum maksimal saya lakukan. Kalimat dan bahasa yang sangat sederhana, tetapi mempunyai makna yang sangat dalam. Sangat maniss.......Terima kasih teman ku, kamu telah memberikan ”intan” pemikiran untuk saya peribadi.


Membantu sesama...apakah harus sesama bangsa Indonesia? Dan sudahkah saya lakukan? Apakah hanya dilakukan di tanah air saja? Sudah ”satu” kah saya dengan saudara-saudara seperjuangan saya yang ada disini dengan segala perbedan-perbedaan yang ada? Apakah saya menjadi lupa akan semua itu, ketika ”kilau” Malaysia yang sebenarnya bias menerpa saya?


Sahabat...sejenak mari kita refleksikan apa yang ada disekitar kita. yagh... terutama di Hentian Kajang ini, dengan bait-bait syair lagu BENDERA. Sejenak saja.. kembali kita baca satu persatu syair itu..dua menit kita luangkan...........


Sejauh ini, kibaran sang merah putih hanya sebatas kibaran, tanpa ada ruh nya. Apakah kibaran itu hanya akan mempunyai makna ketika ia berkibar di negaranya sendiri? TIDAK... Merah putih.. dan semangat yang ada di dalam Merah Putih itu tidak semestinya hanya berkibar di Indonesia tercinta.. tidak hanya sekedar satu identitas bangsa...tetapi juga di ”Indonesia kecil” ku. ”Indonesia kecil” yang berada jauh dari ibu pertiwi, namun mempunyai ikatan emosional yang senantiasa terjaga. Ya.... komunitas dimana anak bangsa sama-sama berjuang di perantauan negeri orang, disanalah ”Indonesia kecilku”. Namun, kenapa saya tidak merasakan ”Indonesia” itu.. mengapa saya tidak tersentuh dengan semangat merah putih.. mengapa saya menjadi gundah gulana ketika nasionalisme itu dipertanyakan? Sudah cukupkah nasionalisme itu ada di diri saya? Bagaimana wujudnya? Samakah ia dengan wujud dari mu wahai sahabatku...?? atau.. ianya masih abstrak..?


Pertanyaan silih berganti ada dibenak, dan tanpa disadar mata ini pun ikut merefleksikan kegundahan yang dirasakan..ingatan dan secara spontan, bibir ini pun mencoba melantunkan dengan indah syair lagu Tanah Air nya Ibu Soed....

Tanah air ku tidak ku lupakan. Kan terkenang selama hidupku. Biarpun saya pergi jauh. Tidak kan hilang dari kalbu. Tanah ku yang ku cintai. Engkau ku hargai....


Walaupun banyak negri ku jalani. Termasyur permai di kata orang. Tetapi kampung dan rumahku di sanalah ku merasa senang..Tanah ku tak ku lupakan.. engkau ku banggakan.....


Sahabat...semoga saja, momentum seperti ini tidak hanya sekedar ritual formalitas yang selalu kita ikuti. Yaa.. berbagai macam orang akan merefleksikan dan merepresentasikan arti merdeka ataupun spirit nasionalisme itu. Samakah saya dengan sahabat, atau berbeda... bagi saya itu tidak lah menjadi masalah. Permasalahannya adalah.. masih adakah jiwa-jiwa itu dalam diri kita..? esensi yang bagaimana yang mau diwujudkan? perjalanan waktu dan diri inilah yang akan menjawabnyaa........


Selamat menyambut Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-63. INDONESIA BISA!!! Semoga tidak hanya sebagai slogan, tetapi juga sudah menyatu dalam darah dan daging kita..syariatnya.. karena Indonesia juga kita dapat merasakan apa yang telah ada pada diri kita ini... allahualambishowab.....


(dan tentu saja, semua itu ALLAH swt yang punya kuasa, dan segalanya pun kita kembalikan kepada Sang Khalik....)


HK, 16 Agustus 2008

07.38 am

”Dimesama”

Anak bangsa yang selalu akan bangga pada tanah airnya.....semoga....

No comments: